Jumat, 17 Desember 2010

Notifikasi Kosmetika ASEAN 2011

               Salah satu tujuan pendirian ASEAN ialah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan budaya di kawasan Asia Tenggara. Pencanangan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada KTT ASEAN ke-5 tahun 1992 merupakan langkah nyata dalam percepatan pertumbuhan ekonomi regional. Pendirian AFTA memberikan implikasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif, penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, dan perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan fasilitasi perdagangan. Dalam perkembangannya, AFTA tidak hanya difokuskan pada liberalisasi perdagangan barang, tetapi juga  perdagangan jasa dan investasi sehingga investasi asing akan lebih mudah menanamkan modalnya ke negara-negara ASEAN. Dalam kesepakatannya, penyelenggaraan AFTA dilakukan 15 tahun setelah disepakati namun mulai berlaku di  Indonesia pada tahun 2010.

            Salah satu dampak diberlakukannya AFTA ialah lahirnya upaya-upaya dalam meningkatan kualitas dan daya saing produk agar dapat berkompetisi seperti adanya harmonisasi standar dan persyaratan teknis di bidang kosmetika. Hal ini diupayakan untuk meningkatkan daya saing produk kosmetika di era pasar bebas ASEAN. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 1998 ASEAN Secretariat melalui ASEAN Consultative Committee on Standard and Quality (ACCSQ) membentuk Adhoc Working Group bidang kosmetika yang akan diharmonisasi, yaituCosmetic Product Working Group (CPWG). CPWG bertugas melakukan persiapan dan menyusun ”regulatory ASEAN” di bidang kosmetika. Anggota CPWG adalah negara-negara ASEAN yang memiliki otoritas di bidang kosmetik dan industri (asosiasi) kosmetika di ASEAN. Pada bulan September 2003, telah ditandatangani kesepakatan ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme (AHCRS) oleh 10 Wakil negara anggota ASEAN, yang dalam hal ini Indonesia diwakili oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Dengan ditandatanganinya AHCRS, CPWG diubah menjadi ASEAN Cosmetic Committee (ACC) untuk mendukung negara anggota dalam mempersiapkan implementasi Harmonisasi ASEAN dan memantau perkembangan dan kesiapan negara anggota dalam menerapkan Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetika.

            Penerapan harmonisasi di bidang kosmetika di ASEAN sebenarnya sudah dimulai pada 1 Januari 2008. Namun melalui berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri kosmetika dalam negeri yang juga wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetika, Indonesia mulai menerapkan notifikasi kosmetika pada 1 Januari 2011. Pada penerapannya, produk-produk kosmetik impor yang berasal dari negara-negara ASEAN tidak wajib untuk mendaftarkan produknya (registrasi) di Badan POM tetapi hanya mengajukan notifikasi kepada Kepala Badan POM.

            Notifikasi merupakan suatu proses pemberitahuan kepada pihak otoritas negara dengan tata cara yang ditentukan, yang harus dilakukan oleh perusahaan sebelum mengedarkan kosmetikanya di wilayah Republik Indonesia. Dengan diberlakukannya harmonisasi, Badan POM tidak lagi berwenang dalam pengawasan mutu dan keamanan produk kosmetika sebelum diedarkan di wilayah Indonesia. Badan POM hanya dapat melakukan pengawasan setelah produk beredar di pasaran (post-market control). Pada pelaksanaanya, pengawasan produk kosmetika yang beredar dilakukan melalui sistem pengawasan tiga lapis yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi/ distribusi inspeksi Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), pengambilan sample dan pengujian laboratorium, audit Dokumen Informasi Produk, pengawasan periklanan dan Monitoring Efek Samping Kosmetika (Meskos). Sedangkan pelaku usaha berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berkewajiban melakukan pengawsan internal, dengan melakukan monitoring efek samping penggunaan kosmetik, menangani keluhan pelanggan, produsen/importir baik perorangan maupun badan usaha harus menjamin serta bertanggung jawab atas keamanan, mutu dan manfaat produk. Industri, importir kosmetika, atau pelaku usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap kosmetika yang diedarkannya dengan melakukan monitoring efek samping penggunaan kosmetika, menangani keluhan dan atau melakukan penarikan kosmetika yang tidak memenuhi syarat, melaporkan ke Badan POM apabila kosmetika yang sudah dinotifikasi tidak lagi diproduksi atau diimpor, serta bertanggungjawab terhadap kosmetika yang tidak lagi diproduksi atau diimpor tapi masih ada di peredaran. Masyarakat sebagai konsumen perlu melindungi diri sendiri dengan cara antara lain cermat memilih dan menggunakan produk kometik yang telah memenuhi syarat keamanan mutu dan manfaat.

           Secara keseluruhan, program harmonisasi ini seperti 2 sisi mata uang, terdapat kelebihan dan kekurangan. Di satu sisi, program ini dapat merangsang para pengusaha kosmetik lokal untuk dapat bersaing secara internasional dan memasarkan produknya di pasar ASEAN dengan lebih mudah. Namun, di sisi lain, program ini dapat “membunuh” produsen kosmetik lokal yang belum mampu bersaing secara internasional serta “meracuni” konsumen karena  sangat rentan terhadap pemalsuan produk dan dikhawatirkan produk-produk ilegal akan marak beredar pasca pemberlakuan notifikasi.  
   So, buat kalian para pengguna kosmetik yang terkadang msh suka "ngasal" dlm memilih dan menggunakan kosmetik, tingkatkan lah kejelian anda trhdp suatu produk sblm membeli. murah belum berari murahan, mahal juga blm ada jaminan keamanan.